Dikutip dari Warta Paroki St. Antonius Padua - Bidaracina (Hal 1)
Anton, demikianlah sapaan akrabku. Sedari kecil, orang-orang di sekitarku memang biasa memanggilku begitu. Mereka mencomot bagian depan nama permandianku : Antonius Padua. Maklumlah nama asliku juga sering menjadi bahan guyon karena sangat aneh - juga bagi diriku sendiri. Ibuku memang hanya memberiku nama "B". Itu Saja ! .
Menurut cerita yang kudengar,
aku dibaptis pada saat hari kelahiranku. Ayahku telah berpulang ke rumah Bapa saat usiaku masih tiga bulan dalam rahim ibu. Malang tak dapat ditolak ! Ibuku mempertaruhkan nyawanya demi kehidupanku. Ia pun menyusul ayah kurang dari 5 jam usai persalinanku. Itulah sebabnya aku diserahkan dalam kasih sayang para Suster Ursulin (OSU) di Panti Asuhan sejak hari pertamaku menghirup nafas di dunia ini. Saat itulah aku dibaptis dan diberi nama Antonius Padua B. Huruf "B" itulah namaku.
"Ibumu sebelum pergi sempat berpesan ketika ditanya nama apa yang akan diberikan untuk bayinya. Waktu itu, ia baru berucap "B" dan nafasnya pun terhenti", demikian beber Sr. Angela OSU yang menjadi pengganti ibuku.
Sr. Angela membuka kisah itu kala usiaku sudah 12 tahun. Ia juga bercerita bahwa para suster saat itu kebingungan, akan dinamai apa bayi ini. Akhirnya bersama seorang Pastor Fransiskan yang mempermandikanku, mereka bersepakat untuk tetap menamaiku "B" sesuai ucapan terakhir yang keluar dari mulut ibuku. Lantaran Pastor Fransiskan itu, nama permandianku pun diambil dari tokoh besar Ordonya (OFM).
"Ton, namamu mungkin aneh. Tapi percayalah bahwa nama itu pasti akan berbicara banyak dalam hidupmu kelak. Itulah warisan terbaik orangtua, karena mereka memberi nama anaknya dengan penuh harapan dan doa sesuai makna yang terperi dalam nama itu. Maka sudah sepantasnya kamu mengemban amanat dalam hidupmu," lanjut Sr. Angela
Kupikir sekali, dua kali, berulang kali, berbulan-bulan, ternyata benar juga nasihat Sr. Angela. Pemberian nama itu pasti punya intensi; dan ketika orangtua menamai anaknya, tentu baik dan luhurlah maksudnya. Inilah cita-cita orangtua pada anaknya! Meski mereka sudah tiada, warisan harapan itu tetap lekat dengan anak-anaknya. Tinggal bagaimana si anak menghidupi warisan luhur itu. Tantangan dan rintangan pastilah ditemui. Namun niat dan harapan untuk berjuang mewujudkannya pun selalu ada, karena harapan orangtua telah termeteraikan dalam nama kita.
Begitupun dengan tradisi pemberian nama Baptis. Lebih jelas lagi bahwa nama itu diadopsi dari figur pribadi yang ingin kita teladan ataupun layak kita mintai perlindungan dan pertolongan dalam kesulitan hidup. Harapannya ialah kualitas hidup kita kian meningkat dari hari ke hari: mengamalkan kebaikan dalam hati, budi, kehendak, dan laku hidup.
Ketika merenungkan bacaan Minggu ini (Mat. 5:38-48), terungkap harapan Sang Khalik pada umat-Nya, yang telah menciptakan kita secitra dengan-Nya. Yesus pun punya harapan agar kita menjadi sempurna, seperti Bapa di sorga adalah sempurna (ay. 48). Dengan mengenal dan memahami secara mendalam, harapan orangtua dan Gereja yang terpatri dalam nama kita, serta berjuang mewujudkannya, rasanya hanyalah kebaikan yang akan kita kejar dan upayakan. Secara sederhana Yesus berpesan, "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka...."
Salam dari Bang Anton
Deo Gratias !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar