Sabtu, 22 Februari 2014

Renungan Sabtu,22/02/2014

Pesta Takhta St. Petrus, Rasul

Apa Katamu

Setiap kali kita bercerita, seorang teman selalu mengawalinya dengan kata, "Eh, katanya..." atau "Kata si Bayu..." atau "Katanya...". Kebiasaan tersebut sudah melekat, sehingga menjadi ciri khasnya. Hampir tidak pernah dia bercerita tanpa mengucapkan "kata orang". Ternyata, kata tersebut dijadikan pelindungnya, apabila ada yang mempertanyakan atau mempersalahkan ceritanya.
Namun, dalam Injil hari ini, Yesus justru bertanya "apa katamu". Suatu pertanyaan yang menuntut penjawabnya untuk percaya diri dan yakin dengan jawabannya. Si penjawab tidak bisa lagi bersembunyi di balik jawabannya. Meski tampaknya sebuah pertanyaan sederhana, ternyata dari kedua belas rasul hanya Petrus yang berani menjawab pertanyaan Yesus.
Apakah pertanyaan Yesus sulit ? Pertanyaan tersebut gampang-gampang susah untuk dijawab. Gampang dijawab kalau mengenal Yesus secara mendalam, tetapi sebaliknya susah dijawab kalau tidak mengenal Yesus. Maka, pertanyaan Yesus tersebut hanya bisa dijawab oleh seseorang yang memiliki cinta dan kedekatan dengan-Nya. Bukan hanya dekat secara fisik, tetapi juga memiliki kedekatan hati. Cinta mendorong seseorang untuk mengenal lebih dalam lagi. Tanpa cinta, seseorang hanya mengenal secara lahiriah saja, seperti siapa namanya, di mana dia tinggal, berapa umurnya, berapa nomor teleponnya dan seterusnya. Maka menumbuhkan cinta yang mendalam kepada Tuhan bukanlah hal yang mudah. Setidaknya hal itu juga menjadi pengalaman dari Santo Petrus.
Santo Petrus harus jatuh bangun untuk sampai kepada cinta yang mendalam kepada Yesus. Mulai dari menyangkal Yesus hingga berusaha melarikan diri dari Roma ketika ada penindasan terhadap orang-orang Kristen. Meski begitu, Petrus tidak menyerah dan putus asa. Ia berusaha belajar dari kesalahannya itu. Oleh karena itu, Pesta Takhta Santo Petrus pada hari ini bukanlah soal jabatan, tetapi soal kedalaman cinta Petrus kepada Yesus, yang terwujud dalam kesediaannya untuk menggembalakan kawanan domba yang dipercayakan kepadanya.
Demikian pula dalam keluarga harus tumbuh sikap mencintai dengan sepenuh hati dan bukan karena terpaksa. Cinta yang mendalam akan mendorong setiap anggotanya untuk saling mengenal satu sama lain juga secara mendalam. [Petrus]

Sumber : Cafe Rohani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar